Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

poem 9

aku menikmati tiap gelak tawamu aku mengidolai tiap jejak yang kau ukir itu sayangnya tak pernah ku jumpai kau bertafakur mengingat Tuhanmu entah apa itu karena pengelihatku yang tertutup debu atau memang itu sunguh kamu. (Lamongan, 10/05/2013)

poem 8

aku ingin merangkaikan kata-kata untukmu agar tumbuh rasa dihatimu untukku, tapi kata itu terasa mencekikku hingga tak sanggup ku ungkapkan lewat nada terpaksa ku kirimkan peti mati itu agar kau tahu betapa dalamnya rasaku padamu. (Lamongan, 25/03/2013)

AKU MASIH...

setiap langkahku kuniati tuk menjahuimu setiap asaku ku yakini itu karenamu karena kabut yang kau cipta dimasa kanakkku masih berbekas hingga kini.... tak ada satu keraguanpun dalam nafasku jika namamulah yang terpatri dalam nadirku karena hingga kini... aku masih membencimu!!! (Lamongan, 29/3/2013)

PAGIKU

aku terlilit dalam tiap kata yang terucap seakan menjelma dalam pusaran tak bertepi adanya nada yang tersaji membuatku makin tercekik aku butuh sunyi karena pagi tlah menjelma menjadi bunyi ini masih pagi.... tapi lelahku tlah terkulminasi (butuh segelas kopi lagi) *Lamongan, 30/03/2013

suratku

Lamongan, 02 April 2013 Kepada Sang Surya di Ufuk Timur Dengan segala takzim, Ingin kukabarkan kepadamu bahwa pagi ini aku merindu merindui si Surya pagi yang enggan menampakkan diri. Haruskah ku sajikan: 1. secangkir kopi cinta 2. sepiring sapaan hangat, dan 3. seulas senyum manis. Demi rinduku akanmu yang enggan bersua denganku haruskah ku menunggu di balik awan itu. karena hingga kini aku masih merindumu untukmu Suryaku. (vialin, 8. 58 PM) 2 april 2013

catatan fon awal kalimat

Saat itu datang Akal sudah tak dapat dikompromi Kekayaan Atau bahkan Rasa bangga yang selama ini di nomersatukan Akan musnah Tak berbui sedikitpun Urusan duniawi pun Luluh lantak tak berbekas Masa itu tak menunggu hari Akan datang jika jatah tlah Usai Tamat sudah masamu di bumi *catatan fon awal kalimat (6/4/2013, Lamongan)

poem 7

rasa tidak suka yang berlebih akanmu akan memuncak entah itu karena sebuah nama atau sebuah kata aku meyakini seutuhnya bahwa ketidaksukaanku akanmu ini beralasan tapi kedongkolan di hati itu tak bisa menjauh manakala tentangmu selalu berputar di duniaku jika saja ku punya kemampuan tuk menghilang... akan kuhilangkan mereka dari bumi, agar tak mengotori hatiku yang semakin menghitam (Lamongan, 07/04/2013)

poem 6

Masih ku ingat namamu di senja itu Meski kadang rindu meradang Tapi terpuruknya aku.. Saat bulan tertutup kabut malam ini Ku mendengar berita Waktumu di bumi tlah usai. Tak pernah nampak kesakitanmu selama ini di ronamu 'kakak' baruku selamat jalan Tlah kau selesaikan tugasmu di bumi dg indah. Kau hantarkan dua kebanggaannu ke tempat menuntut ilmu Dengan bekal iman yg kuat Tlah kau singgahi pula tanah suci itu. Kini damailah dirimu di rumah baru (18 April 2013, Lamongan)

poem 5

aku tidak memahatmu tapi kau terpatri dalam selaksa jiwa ada yang bilang kau benalu dalam nadir mengoyak-oyakkan setiap hemoglobin dalam jiwa meski begitu raga beku ketika kau lenyap. Lamongan, 20/04/2013

poem 4

aku tidak takut akan teriknya surya aku juga tidak sembunyi dari hembusan debu yang mengiritasi mata aku hanya takut.... ketika nafas tak lagi ada dan kau tertawa pongah saat tubuhku meregang nyawa dalam sunyinya senja tanpa purnama. (Lamongan, 21/04/2013)

DAUN ITU

pernahkah ada tanya pada ranting, adakah kau rindu pada daun yang mengering? sementara air bahagia karena berkurangnya penghisap dirinya sedang si kuncup dan batang butuh glukosa ekosistem itu harus tetap berlangsung ini musim penghujan tapi kemarau tlah lama datang hingga daun ragu ia mau beregenerasi sekarang atau nati. daun itu kini lunglai dalam fotosintesisnya sendiri (lamongan, 27/04/2013)

poem 3

Bergumul dengan teriknya surya Kau tenteng kamera demi sebuah cita Acap kali riak dan rona ceria tertangkap wajah Duh... Anak-anak itu... Penuh energi baru dalam mengarungi waktu. Ku antar masa mudamu kali ini Dan kan ku selami masa dewasamu Hingga kelak kau menjadi wajah baru di negeri ini. Negeri baru nan damai dalam pandora imaji. Aku percaya sungguh! Kau kan jadi manusia yang berbudi.  (Lamongan, 01 Mei 2013)

poem 2

bagai pualam retak. saat nada terasah kata duh.... aku menghardikmu demikan sunguh karena bara rasaku tak tertampung waktu ingatkah saat mata kita saling beradu kau tertunduk beku saat kilatan luka itu terpampang jelas di retinaku hingga ajal membeku di nadiku bara itu akan tetap terpatri pualam akan tetap retak hingga jingga bertemu mega. (lamongan, 07.05.2013)

poem 1

ada yang aneh pada langit siang itu tampak tersenyum malu padaku sementara payungku terbakar cemburu oleh senyum itu ini terlalu sejuk untuk sengatan matahari sepanas ini adakah kau merayuku dengan cara ini? aku tersipu karenamu tapi ku masih menanti senja sore ini... (Lamongan, 04/05/2013)